Salaf (bahasa Arab: Salaf aṣ-Ṣāliḥ) adalah tiga generasi Muslim awal yaitu para
sahabat, tabi'in dan tabi'ut tabi'in. Yang kemudian dijadikan sebagai salah
satu aliran dalam agama Islam yang mengajarkan syariat Islam secara murni tanpa
adanya tambahan dan pengurangan, yaitu Salafiyah. Seseorang yang mengikuti
aliran ini disebut Salafy (as-Salafy), jamaknya adalah Salafiyyun
(as-Salafiyyun). Kemudian para Salafy
beranggapan bahwa, jika seseorang melakukan suatu perbuatan tanpa adanya
ketetapan dari Allah dan rasul-Nya, bisa dikatakan sebagai perbuatan bid'ah.
Sepakat
orang yang berakal bahwa waktu yang paling berharga adalah yang digunakan untuk
beribadah kepada Allah pemelihara alam semesta dan berjalan diatas jalan menuju
akhirat, untuk mencapai syurga ilahi dan menghindari adzab neraka yang sangat
pedih sekali.
Ketika jalan ini seperti jalan-jalan lainnya yang naik
turun, menanjak dan berkelok-kelok ditambah lagi banyaknya para penghalang dan
pencuri hati dari syeitan manusia dan jin. Maka butuh penunjuk jalan yang dapat
menjelaskan jalan yang aman dan mudah dilalui. Menjelaskan persembunyian mereka
dan waktu yang paling pas dan bagus untuk meneruskan perjalanan. Penunjuk jalan
tersebut tidak lain adalah manhaj salaf sholih dalam ibadah dan jalan mereka
menuju Allah.
Setiap yang ingin sukses dan selamat sampai tujuan yang
mulia ini pasti membutuhkan manhaj salaf dan aplikasi praktis para salaf umat
ini dalam berjalan di kehidupan dunia ini. Berpegang teguh dengannya adalah
jalan keselamatan.
Sudah dimaklumi waktu-waktu utama termasuk waktu yang paling
pas untuk bersungguh-sungguh dalam ketaatan, maka bulan Ramadhon termasuk bulan
yang Allah muliakan dengan berbagai kemudahan beribadah dan keutamaan. Sehingga
sudah menjadi keharusan bagi kita untuk saling menasehati agar bangkit kembali
semangat dan tekad untuk mendapatkan keridhoan Allah dibulan ini.
Namun apakah kaum muslimin sekarang khususnya kita semua
telah mememiliki semangat memanfaatkan kesempatan emas ini untuk memulai
menyempurnakan kepribadian islam dan kemanusian kita?
Kaum muslimin telah berpuasa bertahun-tahun dan mendapatkan
bulan Ramadhan berkali-kali, apakah anugerah ini telah menjadikan mereka lebih
dekat kepada Allah atau malahan semakin jauh dariNya?
Apabila para da’i kesesatan dan kefajiran sangat semangat
dan bertekad besar dalam menyiapkan program-programnya dalam rangka menyesatkan
makhluk dibulan ini dengan menyiarkan film seri, drama, sinetron dan
acara-acara hiburan yang merusak lainnya. Tentulah ahlu iman juga lebih
berlomba-lomba dalam mepersiapkannya dalam menegakkan kebaikan dan takwa,
sebagaimana yang ada dikalangan para salaf umat ini.
Mujahadah
para Salaf dan Ulama dalam Bulan Ramadhan.
Benarlah sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam
tentang keunggulan generasi salaf:
“Sebaik-baik zaman adalah di zamanku (sahabat), kemudian
orang sesudah mereka (tabi’in) dan kemudian orang sesudah mereka (atba’
tabi’in).” (Riwayat Bukhari).
Mujahadah salaf selama bulan Ramadhan membuktikan kebenaran
sabda Rasulullah di atas. Khususnya dalam melakukan amalan shalat dan membaca
Alquran. Mujahadah mereka amat susah
untuk ditandingi oleh umat Islam generasi terakhir. Bahkan bisa jadi kita
menilai bahwa amalan yang pernah mereka lakukan itu mustahil dilakukan!
Nah, bagaimana sebanarnya mujahadah mereka selama bulan
Ramadhan? Serta seperti apa persiapan mereka dalam menyambut bulan itu?
Salaf
Khatamkan Alquran dalam Dua Rakaat pada bulan Ramadhan!
Ramadhan adalah bulan diturunkannya Alquran. Bahkan Imam Al
Bukhari meriwayatkan dalam Shahih-nya, bahwa di tiap tahunnya Jibril
Alaihissalam membacakan Alquran kepada Rasulullah setiap malam selama Ramadhan.
Oleh sebab itu, dengan berpedoman dengan hadits ini, Al
Hafidz Ibnu Hajar berpendapat bahwa terus-menerus membaca Alquran di bulan
Ramadhan akan menambah kemulyaan bulan itu. (lihat Fath Al Bari,9/52).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
“Barang siapa melakukan qiyam Ramadhan dengan didasari keimanan dan keikhlasan,
diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (Riwayat Al Bukhari).
Karena itulah, para salaf dan ulama amat memperhatikan
amalan tilawah, qiyam Ramadhan, serta pengkajian keilmuan, sehingga mereka siap
bermujahadah dalam melakukan amalan-amalan itu.
Adalah Aswad bin Yazid An Nakha’i Al Kufi. Disebutkan dalam
Hilyah Al Auliya (2/224) bahwa beliau mengkhatamkan Alquran dalam bulan
Ramadhan setiap dua hari, dan beliau tidur hanya di waktu antara maghrib dan
isya, sedangkan di luar Ramadhan beliau menghatamkan Alquran dalam waktu 6
hari.
Tidak hanya bermujahadah dalam menghatamkan Alquran, dalam
ibadah shalat, Imam Adz Dzahabi menyebutkan bahwa tabi’in ini melakukan shalat
6 ratus rakaat dalam sehari semalam. (Al Ibar wa Al Idhadh, 1/86).
Adapula Qatadah bin Diamah, dalam hari-hari “biasa”, tabi’in
ini menghatamkan Alquran sekali tiap pekan, akan tetapi tatkala Ramadhan tiba
beliau menghatamkan Alquran sekali dalam tiga hari, dan apabila datang sepuluh
hari terakhir beliau menghatamkannya sekali dalam semalam. (Al Hilyah, 2/228).
Tabi’in lain, Abu Al Abbas Atha’ juga termasuk mereka yang
“luar biasa” dalam tilawah. Di hari-hari biasa ia menghatamkan Alquran sekali
dalam sehari. Tapi di bulan Ramadhan, Abu Al Abbas mempu menghatamkan 3 kali
dalam sehari. (Al Hilyah 10/302).
Sedangkan Said bin Jubair, dalam Mir’ah Al Jinan, Al Yafi’i
menyebutkan sebuah riwayat, bahwa di suatu saat tabi’in ini membaca Alquran di
Al Haram, lalu beliau berkata kepada Wiqa’ bin Abi Iyas pada bulan Ramadhan,
“Pegangkan Mushaf ini”, dan ia tidak pernah beranjak dari tempat duduknya itu,
kacuali setelah menghatamkan Alquran.
Diriwayatkan juga dari Said bin Jubair, beliau pernah
mengatakan, “Jika sudah masuk sepuluh hari terakhir, aku melakukan mujahadah
yang hampir tidak mampu aku lakukan.”
Beliau juga menasehati, “Di malam sepuluh terakhir, jangan
kalian matikan lentera.”Maksudnya, agar umat Islam menghidupkan malamnya dengan
membaca Alquran.
Thabaqat Fuqaha Madzhab An Nu’man Al Mukhtar, yang dinukil
oleh Imam Laknawi dalam Iqamah Al Hujjah (71,72) disebutkan periwayatan bahwa
dalam bulan Ramadhan Said bin Jubair mengimami shalat dengan dua qira`at, yakni
qira`at Ibnu Mas’ud dan Zaid bin Tsabit.
Manshur bin Zadan, termasuk tabi’in yang terekam amalannya
di bulan diturunnya Alquran ini. Hisham bin Hassan bercerita, bahwa di bulan
Ramadhan, Manshur mampu menghatamkan Alquran di antara shalat Maghrib dan
Isya’, hal itu bisa beliau lakukan dengan cara mengakhirkan shalat Isya hingga
seperempat malam berlalu. Dalam hari-hari biasapun beliau mampu menghatamkan
Alquran sekali dalam sehari semalam. (Al Hilyah, 3/57).
Tidak ketinggalan pula Imam Mujahid, salah satu tabi’in yang
pernah berguru langsung dengan Ibnu Abbas juga amat masyur dengan mujahadahnya.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dawud dengan sanad yang shahih, bahwa tabi’in ahli
tafsir ini juga menghatamkan Alquran pada bulan Ramadhan di antara maghrib dan
isya.
Sebagian besar ulama berpendapat bahwa Abu Hanifah termasuk
pada golongan tabi`in, karena telah bertemu dengan sahabat Anas bin Malik.
Banyak riwayat yang menegaskan bahwa beliau adalah ulama yang ahli ibadah.
Yahya bin Ayub, ahli zuhud yang semasa dengan beliau mengatakan: Tidak ada
seorangpun yang datang ke Makkah, pada zaman ini lebih banyak shalatnya
dibanding dengan Abu Hanifah.
Karena itu, beliau dijuluki Al Watad (tiang) karena banyak
shalat (Tahdzib Al Asma, 2/220). Lalu, bagaimana amalan ulama ahli ibadah ini
dalam bulan Ramadhan?
Orang yang melakukan shalat fajar dengan wudhu isya selama
40 tahun ini menghatamkan Alquran 2 kali dalam sehari di bulan Ramadhan, pada
waktu siang sekali, dan pada waktu malam sekali (Manaqib Imam Abu Hanifah,
1/241-242).
Bahkan disebutkan oleh Imam Al Kardari bahwa Abu Hanifah
termasuk 4 imam yang bisa menghatamkan Alquran dalam 2 rakaat, mereka adalah
Utsman bin Affan, Tamim Ad Dari, Said bin Jubair, serta Abu Hanifah sendiri.
Lalu
bagaimana Ramadhan Para Ulama ?
Imam Malik rahimahullah, apabila telah datang bulan
Ramadhan, ia menghentikan membaca hadits dan majelis ilmu dan mengkhususkan
diri membaca Alquran dari mushhaf.
Iman Syafi’i rahimahullah mengkhatamkan enam puluh kali di
bulan Ramdhan yang dia membacanya di luar shalat, dan dari imam Abu Hanifah
rahimahullah seperti itu juga.
Imam Syafi’i (204 H), beliau dalam bulan Ramadhan biasa
menghatamkan Al Qur’an dua kali dalam semalam, dan itu dikerjakan di dalam
shalat, sehingga dalam bulan Ramadhan beliau menghatamkan Alquran enam puluh
kali dalam sebulan (Tahdzib Al Asma’ wa Al Lughat, 1/ 45)
Al Qazwini (590 H), seorang ulama madzhab Syafi’i yang masuk
golongan mereka yang bermujahadah dalam bulan Ramadhan, akan tetapi aktivitas
beliau agak berbeda dengan amalan-amalan para ulama lain. Setelah shalat
tarawih, beliau membuka majelis tafsir yang dihadiri banyak orang. Beliau
menafsirkan surat demi surat semalam suntuk, hingga datang waktu shubuh.
Kemudian beliau melakukan shalat shubuh bersama para jama’ah dengan wudhu
isya’. Seakan tidak memiliki rasa lelah, setelah itu beliau mengajar di
madrasah Nidhamiyah sebagaimana biasanya. (Thabaqat As Syafi’iah Al Kubra,
6/10).
Ali Khitab bin Muqallad (629 H), seorang ulama Bagdad yang
hidup di masa khalifah Al Muntashir, dalam Ramadhan mampu menghatamkan Al
Qur’an 90 kali, dan di hari biasa beliau menghatamkan sekali dalam sehari.
(Thabaqat As Syafi’iyah Al Kubra, 8/294).
Persiapan
Para Salaf dan Ulama Menghadapi Ramadhan
Jika di Bulan Ramadhan para salaf mampu melakukan
amalan-amalan “berat”. Bagaimana persiapan mereka sebelum memasuki bulan suci
ini? Ternyata para salaf sudah melakukan persiapan yang cukup maksimal. Ini
bisa dilihat dari mujahadah mereka sebelum Ramadhan.
Habib bin Abi Tsabit mengatakan, “Bulan Sya’ban adalah bulan
qura` (para pembaca Alquran)”. Sehingga pada bulan itu, para salaf konsentrasi
terhadap Alquran. Salah satu diantara mereka adalah Amru bin Qais, ahli ibadah
yang wafat tahun 41 Hijriyah ini, ketika Sya’ban tiba, ia menutup tokonya dan
tidak ada aktivitas yang ia lakukan selain membaca Alquran.
Bulan Ramadhan di pandangan para salaf adalah bulan mulia
yang amat dinanti-nanti, sehingga mereka mempersiapkan jauh-jauh untuk
menyambut “tamu idaman” ini, yakni dua bulan sebelum bulan suci datang.
Sudahkah mempersiapkannya sebagaimana para salaf bersiap-siap?
As-Sirri as-Siqathi berkata: Tahun adalah pohon, bulan
adalah cabangnya, hai-hari adalah
dahannya, jam adalah daun-daunnya, dan napas hamba adalah buahnya. Maka bulan
Rajab adalah hari-hari berdaunnya, Sya’ban adalah hari-hari bercabangnya, dan
Ramadhan adalah hari-hari memetiknya, dan orang-orang beriman adalah para
pemetiknya.
Adapun untuk mempersiapkan Ramadhan, kita bisa belajar dari
Taqi Ad Din As Subki (756 H). Beliau memiliki kebiasaan dikala datang bulan
Rajab, yakni tidak pernah keluar dari rumah kecuali untuk melakukan shalat
wajib, dan hal itu terus berjalan hingga Ramadhan tiba. (Thabaqat As Syafi’iyah
Al Kubra, 10/168).
Ini ditempuh supaya beliau lebih bisa konstrasi beribadah,
sehingga ketika Ramadhan telah tiba, fisik dan batin sudah memiliki kesiapan
untuk melakukan dan meningkatkan mujahadah dalam beribadah.
Selain itu, adapula Khatib As Syarbini (977 H), ulama Mesir
penulis Mughni Al Muhtaj, juga memiliki cara tersendiri agar bisa konsentrasi
melakukan ibadah ketika Ramadhan tiba. Yakni, tatkala terlihat hilal Ramadhan,
beliau bergegas dengan perbekalan yang cukup untuk ber’itikaf di masjid Al
Azhar, dan tidak pulang, kecuali setelah selesai menunaikan shalat ied. (lihat,
biografi singkat As Syarbini dalam Mughni Al Muhtaj, 1/5)
Lalu
Bagaimana Kita di bulan ramadhan?
Tidak disangsikan lagi bahwa beribadah kepada Allah adalah
tujuan akhir seorang muslim dalam kehidupan. Ibadah mencakup semua ucapan dan
perbuatan, lahir dan batin yang diridhai, maka beribadah kepada Allah adalah
tujuan yang terus berlanjut seperti berlanjutnya kehidupan pada seorang muslim.
Akan tetapi tujuan ini lebih ditekankan di bulan yang keutamaan sangat agung,
faedahnya sangat banyak, dan manaqibnya sangat besar. Bulan diturunkan padanya
al-Qur`an, dilipat gandakan kebaikan, dan di buka limpahan ampunan padanya,
firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan,
bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur’an. (QS. 2:185)
Bulan Ramadhan adalah hiburan bagi setiap orang yang
berdosa, peringatan bagi orang yang lupa, pendidikan bagi orang yang jahil,
pemberi semangat bagi setiap orang yang beramal. Wahai orang yang melewati
batas dan mengikuti hawa nafsunya serta menjauhi kebenaran, telah datang
kepadamu bulan yang mulia, perbaharuilah imanmu, perbanyaklah taubat dan amal
sholih.
Ingatlah, datangnya bulan yang mulia ini merupakan
kenikmatan yang agung dan karunia yang mulia.. saudaraku! Lihatlah keutamaan
bulan ini :
Keutamaan
Bulan Ramadhan
a. Bulan Ramadhan adalah bulan Alquran karena Alquran diturunkan
pada bulan tersebut
Sebagaimana yang difirmankan Allah dalam surat Albaqarah
ayat 185:
شهر رمضان الذي أنزل
فيه القراّن هدى للناس
و بينات من
الهدى و الفرقان فمن
شهد منكم الشهر فليصمه
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan,
bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Alquran sebagai petunjuk bagi
manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara
yang hak dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di
negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, hendaklah dia berpuasa.”
Dalam ayat di atas, bulan Ramadhan dinyatakan sebagai bulan
Alquran diturunkan, kemudian pernyataan tersebut diikuti dengan perintah yang
dimulai dengan huruf
<ف>
–yang berfungsi menunjukkan makna ‘alasan dan sebab’– dalam فمن شهد منكم
الشهر فليصمه. Hal itu menunjukkan
bahwa sebab dipilihnya bulan Ramadhan sebagai bulan puasa adalah karena di
dalamnya diturunkan Alquran.
b. Dalam bulan ini, para setan dibelenggu, pintu neraka
ditutup, dan pintu surga dibuka
Sebagaimana yang disabdakan Rasulullah Shallallahu'alaihi wa
sallam,
« إذا جاء رمضانُ فتِّحت
أبوابُ الجنةِ وغلِّقت أبوابُ
النيران، وصفِّدت الشياطينُ » [رواه
البخاري ومسلم]
“Jika datang bulan Ramadhan dibuka pintu-pintu surga dan
ditutup pintu-pintu neraka serta dibelenggu para setan.” (Riwayat al-Bukhariy
dan Muslim).
Oleh karena itu, kita dapati dalam bulan ini sedikit terjadi
kejahatan dan kerusakan di bumi karena sibuknya kaum muslimin dengan berpuasa
dan membaca Alquran serta ibadah-ibadah yang lainnya; dan juga dibelenggunya
para setan pada bulan tersebut.
c. Di dalamnya terdapat satu malam yang dinamakan lailatul
qadar, satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan sebagaimana yang
dijelaskan dalam surat al-Qadr.
d. Dibulan ini diwajibkan berpuasa yang menjadi sebab
penghapusan dosa
Seperti sabda Rasululloh Shallallahu'alaihi wa sallam:
‘Barangsiapa yang berpuasa dibulan Ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala
niscaya diampuni darinya dosanya yang terdahulu’.
Maka jadikanlah –wahai saudaraku- dari bulan Ramadhan
sebagai bulan ibadah, petunjuk keberuntungan, kebaikan dan tambahan: firman
Allah Subhanahu wa Ta’ala:
Dan bertaubatlah kepada Allah, hai orang-orang yang beriman
supaya kamu beruntung. (QS. an-Nuur :31)
Apabila Allah mengajak kepada taubat karena mengharapkan
keberuntungan di segala waktu, maka sesungguhnya waktu terbaik untuk bertaubat
dan paling bersih adalah bulan Ramadhan karena keutamaan dan keistimewaan yang
Allah berikan kepadanya yang menunjukkan keberkahan dan keagungannya.
Saudaraku, andaikan dibukakan bagi ahli kubur pintu
angan-angan, niscaya mereka berangan-angan hidup satu hari di bulan Ramadhan..
mereka kelaparan padanya karena Allah, kehausan padanya karena Allah,
menghidupkan siangnya dengan membaca al-Qur`an, menambah iman dan memohon
ampunan, dan menghidupkan malamnya dengan ibadah, shalat, doa, dan menangis,
dan memohon ampunan dan kebebasan dari neraka.
Wahai saudaraku, sekarang engkau masih hidup dalam keadaan
walafiyat, telah datang kepadamu bulan Ramadhan dan engkau membuka lembaran
darinya dengan kelupaan, apakah engkau melihat dirimu melupakan kelebihannya?
ataukah engkau melihat dirimu tidak mengetahui keutamaannya?.. atau engkau
melihat dirimu mendapat jaminan ampunan, maka apakah imanmu tidak bersiap-siap
dengan kedatangan Ramadhan?
Engkau berharap –semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjagamu
padanya- di bulan ini dan alangkah agungnya bulan ini dan ingatlah di hari
engkau diletakkan di dalam kubur. Dan katakanlah tolonglah wahai jiwa dengan
sabar sesaat Maka tidak adalah dia
melainkan hanya satu waktu kemudian berlalu.
Maka saat bertemu orang yang kerja keras menjadi hilang. Dan jadilah
orang yang berduka menjadi senang gembira
Sungguh manusia bergembira dengan kedatangan bulan puasa,
mereka mendapatkan padanya kebaikan dan
keberkahan, namun sedikit sekali yang menunaikan dengan cara yang menyebabkan
ridha Allah dan membangunnya dengan
taat, ibadah dan menunaikan kewajiban. Terkadang berbagai macam penyimpangan
yang belum pernah di bulan-bulan sebelumnya, menjadi ada di bulan Ramadhan,
seperti israf (berlebihan), mubazir, menyia-nyiakan shalat, begadang di depan
program-program televisi, menghabiskan waktu dalam permainan, dan keluyuran di
jalanan. Semua itu dengan alasan karena capek dan hiburan sambil menunggu waktu
berbuka. Jika kita merenungi kondisi salafus shaleh dan meneliti bagaimana
mereka menghabiskan waktu-waktu mereka di bulan Ramadhan. Bagaimana mereka
memakmurkannya dengan amal shaleh, niscaya kita mengetahui jauhnya jarak di
antara kita dan mereka.
0 Komentar