Biografi
Muhammad Nashiruddin
al-Albani
(lahir di
Shkoder, Albania; 1914 / 1333 H – meninggal di Yordania; 1 Oktober 1999 / 21 Jumadil
Akhir 1420 H; umur 84–85 tahun) adalah seorang ulama Hadits terkemuka dari era
kontemporer (abad ke-20) yang sangat berpengaruh, dikenal di kalangan kaum
Muslimin dengan nama Syaikh al-Albani atau Syaikh Muhammad Nashiruddin
al-Albani, sebutan al-Albani ini merujuk kepada daerah asalnya yaitu Albania.
Lahir pada tahun 1914 di Askhodera, Albania. Syaikh al-Albani adalah seorang
ulama besar Sunni dan asli berdarah Balkan, Eropa. Menelurkan banyak karya
monumental di bidang hadits dan fiqh (fikih) serta banyak dijadikan rujukan
oleh ulama-ulama Islam di masa sekarang. Pernah menjadi dosen selama tiga tahun
di Universitas Islam Madinah dan kemudian dilanjutkan dengan menjabat sebagai
dewan tinggi Universitas Islam Madinah. Meraih penghargaan tertinggi dari
kerajaan Arab Saudi, yaitu piagam internasional King Faisal pada tahun 1999
atas karya-karya ilmiahnya. Meninggal pada tahun 1999 di Yordania.
Nama lengkapnya
adalah Syaikh Muhammad Nashiruddin bin Nuh an-Najati al-Albani, nama kunyahnya
adalah Abu Abdurrahman (anak pertamanya bernama Abdurrahman) dan akrab di
telinga umat Islam dengan nama Syaikh al-Albani, sedangkan al-Albani sendiri
adalah penyandaran terhadap negara asalnya yaitu Albania. Syaikh al-Albani
dilahirkan pada tahun 1914 di Kota Askhodera (Shkoder), sebuah distrik
pemerintahan di Albania. Perlu diketahui bahwa Albania pada masa itu masih
termasuk negara yang menerapkan undang-undang Islam, sebagaimana halnya ketika
daerah itu masih menjadi bagian dari kekuasaan Kesultanan Ottoman, meskipun
kemudian merdeka setelah Kesultanan Ottoman mengalami masa kemundurannya.
Ayahnya adalah seorang ulama di sana, yaitu al-Hajj Nuh an-Najati (Haji Nuh,
nama lengkapnya: Nuh bin Adam an-Najati al-Albani). Haji Nuh adalah salah satu
pemuka Mazhab Hanafi di Albania dan begitu ahli di bidang ilmu syar'i yang
didalaminya di Istanbul, Ibukota Kesultanan Ottoman.
Saat ideologi
komunis menguasai daerah Balkan, hingga salah seorang pemimpinnya yaitu Ahmet
Zog (Zog dari Albania) naik takhta, terjadilah suatu peristiwa yang kelak akan
mengebiri Albania dari identitas negara Islamnya, yaitu pensekuleran
undang-undang oleh Ahmet Zog. Pola politik ala Stalin mulai diterapkan di
Albania, banyak terjadi perombakan undang-undang secara menyeluruh, bahkan
lafadz Azan yang sangat sakral bagi umat Islam pun dipaksa untuk diucapkan
dalam bahasa Albania. Maka semenjak itu menjadi maraklah gelombang pengungsian
orang-orang yang masih dengan teguh mengadopsi nilai-nilai keislamannya, salah
satu dari orang-orang itu adalah keluarga Haji Nuh yang memutuskan untuk
migrasi ke Damaskus, ibu kota Syiria yang ketika itu masih menjadi bagian dari
wilayah Syam, saat itu Syaikh al-Albani baru berusia 9 tahun.
Syaikh al-Albani
tumbuh besar dan memulai lembaran-lembaran hidupnya di kota ini, latar belakangnya
adalah berasal dari keluarga yang miskin, meskipun begitu pendidikan agama
tetap menjadi acuan utama dalam kehidupan keluarganya. Oleh ayahnya, al-Albani
kecil dimasukkan ke sebuah sekolah setingkat SD (sekolah dasar), yaitu al-Is'af
al-Khairiyah al-Ibtidaiyah di Damaskus, lalu ayahnya memindahkannya ke sekolah
lain. Di sekolah keduanya inilah ia selesaikan pendidikan dasar formalnya.
Ayahnya tak memasukkan dirinya ke sekolah tingkat lanjutan, karena Haji Nuh
memandang bahwa sekolah akademik dengan kurikulum formal ternyata tidak
memberikan manfaat yang besar selain sekadar mengajari seorang anak belajar
membaca, menulis, dan pendidikan wawasan serta akhlak yang sangat rendah
mutunya. Namun bukan ternyata tak sampai di sini saja, demi program pendidikan
yang lebih kuat dan terarah, ayahnya pun membuatkan kurikulum untuknya yang
lebih fokus. Melalui kurikulum tersebut, Syaikh al-Albani mulai belajar
al-Qur'an dan tajwidnya, ilmu sharaf, dan fiqih melalui mazhab Hanafi, karena
ayahnya adalah ulama mazhab tersebut. Selain belajar melalui ayahnya, tak luput
pula Syaikh al-Albani belajar dari ulama-ulama di daerahnya. Syaikh al-Albani
pun mulai mempelajari buku Maraaqi al-falaah, beberapa buku Hadits, dan ilmu
balaghah dari gurunya, Syaikh Sa'id al-Burhaani. Selain itu, ada beberapa
cabang ilmu yang lain yang dipelajarinya dari Imam Abdul Fattah, Syaikh Taufiq
al-Barzah, dan lain-lain.
Membaca adalah
hobi yang digandrunginya sejak kecil, waktu-waktu luang tak akan berlalu begitu
saja melainkan akan dimanfaatkan untuk membaca. Proses belajar terus
dijalaninya seiring dengan usianya yang semakin dewasa, ayahnya pun juga
membekalinya keahlian dalam hal pekerjaan untuk menjadi modal mencari nafkahnya
kelak, yaitu keahlian sebagai tukang kayu dan tukang reparasi jam. Tukang kayu
adalah profesi awalnya, kemudian ia mengalihkan kesibukannya sebagai tukang
reparasi jam, yang mana Syaikh al-Albani sangat mahir dalam bidang ini
sebagaimana ayahnya. Karena keahlian reparasi jamnya sangat terkenal, hingga
julukan as-Sa'ti (tukang reparasi jam) pun tersemat kepadanya saat itu.
Pada umur 20-an
tahun, pandangan Syaikh al-Albani muda tertuju kepada Majalah al-Manar terbitan
Muhammad Rasyid Ridha di salah satu toko yang dilaluinya. Dilihatnya majalah
itu, kemudian dibukanya lembar demi lembar hingga terhentilah perhatiannya pada
sebuah makalah studi kritik hadits terhadap Ihya' Ulumuddin (karangan
al-Ghozali) dan hadits-hadits yang ada di dalamnya. "Pertama kali aku
dapati kritik begitu ilmiah semacam ini", ungkap Syaikh al-Albani ketika
mengisahkan awal mula terjunnya ke dunia hadits secara mendalam. Rasa penasaran
membuatnya ingin merujuk secara langsung ke kitab yang dijadikan referensi
makalah itu, yaitu kitab al-Mughni 'an Hamlil Asfar, karya al-Hafizh al-Iraqi.
Namun, kondisi ekonomi tak mendukungnya untuk membeli kitab tersebut. Maka, menyewa
kitab pun menjadi jalan alternatifnya. Kitab yang terbit dalam 3 jilid itu pun
disewa kemudian disalin dengan pena tangannya sendiri, dari awal hingga akhir.
Itulah aktivitas pertamanya dalam ilmu hadits, sebuah salinan kitab hadits.
Selama proses menyalin itu, tentunya menjadikan Syaikh al-Albani secara tak
langsung telah membaca dan menelaah kitabnya secara mendalam, yang mana dari
hal ini menjadikan perbendaharaan wawasan yang ada pada Syaikh al-Albani pun
bertambah, dan ilmu hadits menjadi daya tarik baginya.
Ilmu hadits
begitu luar biasa memikat Syaikh al-Albani, sehingga menjadi pudarlah ideologi
mazhab Hanafi yang ditanamkan ayahnya kepadanya, dan semenjak saat itu Syaikh
al-Albani bukan lagi menjadi seorang yang mengacu pada mazhab tertentu (bukan
lagi menjadi seorang yang fanatik terhadap mazhab tertentu), melainkan setiap
hukum agama yang datang dari pendapat tertentu pasti akan ditimbangnya dahulu
dengan dasar dan kaidah yang murni serta kuat yang berasal dari sunah Nabi
Muhammad/hadits. Kesibukan barunya pada hadits ini mendapat kritikan keras dari
ayahnya, bahwasanya "ilmu hadits adalah pekerjaan orang-orang
pailit", demikian ungkap ayahnya ketika mengomentari Syaikh al-Albani.
Semakin terpikatnya Syaikh al-Albani terhadap hadits Nabi, itulah kata yang
tepat baginya. Bahkan hingga toko reparasi jamnya pun memiliki dua fungsi,
sebagai tempat mencari nafkah dan tempat belajar, dikarenakan bagian belakang
toko itu sudah diubahnya sedemikian rupa menjadi perpustakaan pribadi. Bahkan
waktunya mencari nafkah pun tak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan
waktunya untuk belajar, yang pada saat-saat tertentu hingga (total) 18 jam
dalam sehari untuk belajar, di luar waktu-waktu salat dan aktivitas lainnya.
Syaikh al-Albani
pun secara rutin mengunjungi perpustakaan azh-Zhahiriyyah di Damaskus untuk
membaca buku-buku yang tak biasanya didapatinya di toko buku. Dan perpustakaan
pun menjadi laboratorium umum baginya, waktu 6-8 jam bisa habis di perpustakaan
itu, hanya keluar di waktu-waktu salat, bahkan untuk makan pun sudah
disiapkannya dari rumah berupa makanan-makanan ringan untuk dinikmatinya selama
di perpustakaan. Selain itu, Syaikh al-Albani juga menjalin persahabatan dengan
pemilik-pemilik toko buku (karena saking seringnya Syaikh al-Albani mengunjungi
toko bukunya untuk membaca-baca), hal ini memudahkannya untuk meminjam
buku-buku yang diinginkannya karena keterbatasan hartanya untuk membelinya, dan
di saat ada orang yang hendak membeli buku yang dipinjamnya, maka buku tersebut
dikembalikan. Bertahun-tahun masa-masa ini dilaluinya bersama sepeda sederhana
yang biasa digunakannya untuk keperluan bepergian.
Syaikh al-Albani
sering mengambil sobekan kertas dari jalan, biasanya berupa kartu undangan
pernikahan yang dibuang, yang kemudian akan digunakannya sebagai alat mencatat,
hal ini adalah bentuk penghematannya karena keterbatasan Syaikh al-Albani dalam
harta. Seringkali pula dibelinya potongan-potongan kertas dari tempat
pembuangan, yang mana dengan cara ini Syaikh al-Albani bisa membeli kertas dengan
harga murah dan dalam jumlah yang cukup banyak, kemudian dibawanya ke rumah dan
kertas-kertas itu kemudian dipilahnya yang masih bisa digunakan untuk kemudian
dipakainya sebagai alat mencatat.
Suatu hari di
perpustakaan azh-Zhahirriyyah, selembar kertas hilang dari manuskrip yang
digunakan Syaikh al-Albani untuk belajar. Kejadian ini menjadikannya
mencurahkan seluruh perhatian untuk membuat katalog dari seluruh manuskrip
hadits di perpustakaan agar folio yang hilang tersebut bisa ditemukan. Dan
karena sebab ini, Syaikh al-Albani pun mendapatkan banyak sekali ilmu dari
ribuan manuskrip hadits yang disalinnya. Kehebatannya ini dibuktikan beberapa
tahun kemudian oleh Dr. Muhammad Mustafa A'dhami pada pendahuluan "Studi
Literatur Hadits Awal", di mana Dr. Muhammad Mustafa A'dhami mengatakan:
"Saya mengucapkan terima kasih kepada Syaikh Nashiruddin al-Albani, yang
telah menempatkan keluasan ilmunya pada manuskrip-manuskrip langka dalam tugas
akhir saya", hal ini dikarenakan Dr. Muhammad Mustafa A'dhami memanfaatkan
perpustakaan itu untuk penyelesaian doktoralnya, dan ternyata apa yang
didapatkannya dari manuskrip-manuskrip hasil kerja keras Syaikh al-Albani
dulunya menghasilkan kekaguman dari para pembimbingnya.
Tak cukup dengan
belajar sendiri, Syaikh al-Albani pun sering ikut serta dalam seminar-seminar
ulama besar semacam Syaikh Muhammad Bahjat al-Baitar yang sangat ahli dalam
bidang hadits dan sanad. Didatanginya pula majelis-majelis ilmu Syaikh Bahjat
al-Baitar dan Syaikh al-Albani pun banyak mengambil manfaat darinya, dari
majelis serta diskusi-diskusi ini mulai tampaklah kejeniusan Syaikh al-Albani
dalam sains hadits. Suatu ketika ada seorang ahli hadits, al-musnid (ahli
sanad), sekaligus sejarawan dari Kota Halab (Aleppo) tertarik kepadanya, beliau
adalah Syaikh Muhammad Raghib at-Tabbakh yang kagum terhadap kecerdasan Syaikh
al-Albani. Syaikh at-Tabbakh berupaya menguji hafalan serta pengetahuan Syaikh
al-Albani terhadap ilmu mustholah hadits, dan hasilnya pun sangat memuaskan.
Maka turunlah sebuah pengakuan dari Syaikh at-Tabbakh, yaitu al-Anwar
al-Jaliyyah fi Mukhtashar al-Atsbat al-Hanbaliyyah, sebuah ijazah sekaligus
sanad yang bersambung hingga Imam Ahmad bin Hanbal (yang melalui jalur Syaikh
at-Tabbakh). Imam Ahmad bin Hanbal adalah seorang Imam ahli hadits di antara
Imam yang empat (Hanafi, Malik, Syafi'i, dan Ahmad), Imam Ahmad adalah murid
Imam Syafi'i (dalam hal fiqh) sekaligus guru Imam Syafi'i (dalam hal ilmu
hadits), dan Imam Ahmad juga merupakan guru yang paling berpengaruh bagi Imam
Bukhari (sang bapak muhadits).
Syaikh al-Albani
mulai melebarkan hubungannya dengan ulama-ulama hadits di luar negeri,
senantiasa berkorespondensi dengan banyak ulama, ada di antaranya yang berasal
dari India, Pakistan, dan negara-negara lain. Mendiskusikan hal-hal yang
berhubungan dengan hadits dan agama pada umumnya, termasuk dengan Syaikh
Muhammad Zamzami dari Maroko, Syaikh 'Ubaidullah Rahman (pengarang Mirqah
al-Mafatih Syarh Musykilah al-Mashabih), dan juga Syaikh Ahmad Syakir dari
Mesir, bahkan mereka berdua (Syaikh al-Albani dan Syaikh Ahmad Syakir) terlibat
dalam sebuah diskusi dan penelitian mengenai hadits. Syaikh al-Albani juga
bertemu dengan ulama hadits terkemuka asal India, yaitu Syaikh Abdus Shomad
Syarafuddin yang telah menjelaskan hadits dari jilid pertama kitab Sunan
al-Kubra karya Imam an-Nasai, kemudian juga karya Imam al-Mizzi yang monumental
yaitu Tuhfat al-Asyraf, yang selanjutnya mereka berdua saling berkirim surat.
Dalam salah satu surat, Syaikh Abdus Shamad menunjukkan pengakuan atas keyakinan
beliau bahwa Syaikh al-Albani adalah ulama hadits terhebat pada masa itu.
Pada tahun 1962,
Syaikh al-Albani mendapatkan panggilan dari Universitas Islam Madinah yang
ketika itu dipimpin oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, rektor
Universitas tersebut yang sekaligus menjabat sebagai mufti (penasihat) Kerajaan
Arab Saudi, dan Syaikh al-Albani direncanakan akan diangkat menjadi dosen di
sana. Di sana Syaikh al-Albani mengajar ilmu Hadits dan fiqh Hadits di fakultas
pascasarjana, bahkan menjadi Guru Besar ilmu Hadits. Kemudian pada tahun 1975,
Syaikh al-Albani diangkat menjadi dewan tinggi Universitas Islam Madinah selama
tiga tahun hingga kemudian memutuskan kembali pulang ke negaranya. Syaikh Abdul
Aziz bin Abdullah bin Baz memberikan komentar atas Syaikh al-Albani, "Aku
belum pernah melihat di kolong langit pada saat ini orang yang sangat alim
(berilmu) dalam ilmu hadits seperti al-'Allamah Muhammad Nashiruddin
al-Albani", demikian ungkap beliau.
Ketika percobaan
pendudukan Israel atas Palestina di Yerusalem (saat itu Yerusalem belum
diduduki Israel), Syaikh al-Albani mendapatkan paspor (izin) untuk pergi ke
Yerusalem di Palestina, di sana Syaikh al-Albani menjadi mentor para pejuang
Al-Quds yang tergabung di dalam brigade Izzuddin al-Qossam dan mengajari mereka
sunah-sunah Nabi dalam berjihad serta syariat berjihad, di sana disempatkannya
pula untuk salat di Masjidil Aqsa bersama para pemuda yang berjuang di
Yerusalem tersebut. Ketika Syaikh al-Albani hendak bergabung dalam barisan
pejuang pembebasan Al-Quds, hal ini pun segera diketahui oleh pemerintah
negerinya dan serta merta mencabut izin ke luar negeri milik Syaikh al-Albani
dan dengan segera memulangkannya. Sedangkan di lain sisi, pemerintah Syam
seakan menggantikan posisi Syaikh al-Albani dengan bergabungnya tentara Syam ke
dalam koalisi Arab untuk melawan Israel dan Amerika, dan dari hal ini
menjadikan sebagian wilayah Syam pun meluas karena resmi terlepas dari
pendudukan Israel yang sebelumnya telah melakukan pemekaran wilayah ke daerah
selatan dan sempat menguasai sebagian wilayah Syam.
Semakin mendalam
mempelajari ilmu hadits, semakin ahli pula dalam bidang hadits, hingga ribuan
hadits dipelajari Syaikh al-Albani dengan studi ilmiah yang sangat luar biasa
kejelian serta ketelitiannya. Karya-karyanya mencapai lebih dari 200 buah buku,
yang kecil maupun yang besar (tebal), bahkan ada yang berjilid-jilid, yang
lengkap maupun yang belum, yang sudah dicetak maupun yang masih berbentuk
manuskrip. Selama hidupnya, Syaikh Albani menghafal al-Qur'an dan ratusan ribu
hadits beserta sanad sekaligus matan dan rijalnya, beliau juga telah banyak
meneliti dan men-ta'liq puluhan ribu silsilah perawi hadits (sanad) pada
hadits-hadits yang sudah tak terhitung jumlahnya secara pasti, dan menghabiskan
waktu enam puluh tahun untuk belajar buku-buku hadits, sehingga seakan-akan
buku-buku tersebut menjadi sahabat sekaligus jalan Syaikh al-Albani untuk
berhubungan dengan ulama-ulamanya (pengarang kitab-kitab tersebut).
Beberapa Tugas Ilmiah dan
Dakwah yang Pernah Diemban
Setelah
menganalisis hadits-hadits pada kitab Shahih Ibnu Khuzaimah, seorang ulama
hadits asal India, yaitu Syaikh Muhammad Musthofa A'dhami (kepala Ilmu Hadits
di Mekkah), memilih Syaikh al-Albani untuk memeriksa dan mengoreksi kembali
analisis yang dilakukan Syaikh Muhammad Musthofa A'dhami, dan pekerjaan
tersebut telah diterbitkan empat jilid lengkap dengan ta'liq (catatan) dari
keduanya, yaitu Syaikh A'dhami maupun Syaikh al-Albani. Ini merupakan bentuk
penghormatan dari ulama yang lain atas keilmuan hadits Syaikh al-Albani.
Universitas
Damaskus Fakultas Syari'ah memilih Syaikh al-Albani untuk melakukan studi
hadits dalam bab fiqh jual-beli dalam Mausu'ah (ensiklopedi) Fiqh Islam.
Terpilih sebagai
dewan tinggi "Dewan Hadits" yang dibentuk oleh pemerintah
Mesir-Syiria (di masa persatuan) untuk mengawasi penyebaran buku-buku hadits
dan tahqiqnya.
Sebagai salah
satu bentuk pengakuan ulama Arab terhadap keilmuannya, pihak Universitas Islam
Madinah memilihnya sebagai pengajar materi hadits, ilmu dan fiqih hadits di
perguruan tinggi tersebut. Syaikh al-Albani bertugas selama 3 tahun, kemudian
diangkat sebagai anggota majelis al-A'la (dewan tinggi) Universitas Islam
Madinah. Saat berada di sana Syaikh al-Albani menjadi tokoh panutan dalam
kesungguhan dan keikhlasan. Ketika jam istirahat tiba di mana dosen-dosen lain
menikmati hidangan teh dan kurma, Syaikh al-Albani lebih asyik duduk-duduk di
pasir bersama murid-muridnya untuk memberi pelajaran tambahan. Hubungannya
dengan murid adalah hubungan persahabatan, bukan semata hubungan guru dan murid
saja. Syaikh al-Albani juga pernah diminta oleh Menteri Penerangan Kerajaan
Arab Saudi untuk menangani jurusan hadits pada pendidikan pascasarjana di
Universitas Makkah al-Mukarramah, namun karena beberapa hal maka keinginan
tersebut tidak tercapai. Atas jasanya yang besar terhadap ilmu agama, Syaikh
al-Albani pun mendapatkan sebuah penghargaan tertinggi dari kerajaan Arab Saudi
yaitu piagam internasional King Faisal pada tahun 1999.
Pada edisi dari
himpunan hadits terkenal, Misykah al-Mashabih, penerbit Maktabah Islamy meminta
Syaikh al-Albani untuk memeriksa pekerjaan mereka sebelum diterbitkan. Pihak
penerbit telah menulis pada bagian pendahuluan di Misykah al-Mashabih:
"Kami meminta kepada ulama hadits, Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani,
untuk membantu kami dalam memeriksa Misykat dan bertanggung jawab untuk memberi
tambahan hadits-hadits yang diperlukan dan meneliti serta memeriksa kembali sumber-sumber
dan keasliannya pada tempat-tempat yang diperlukan, serta membetulkan
kesalahan-kesalahan..."
Perhatian Syaikh
al-Albani terhadap kasus Palestina sangatlah besar. Syaikh al-Albani pernah
secara langsung turun ke Yerusalem dan menjadi mentor untuk mengajari ilmu
syar'i bagi Brigade Izzuddin al-Qossam, bahkan hampir juga Syaikh al-Albani
berjuang di sana sebelum pemerintah di negerinya mengetahui hal ini dan serta
merta memulangkan Syaikh al-Albani. Syaikh al-Albani senantiasa mengikuti
perkembangan Palestina, hingga pernah difatwakan juga olehnya dan fatwa ini
ditujukan kepada warga Gaza pada khususnya, agar sebaiknya hijrah ke luar dari
wilayah Gaza dan masuk ke negeri muslim terdekat untuk menegakkan ibadah serta
mengumpulkan kekuatan, sebagaimana hijrahnya para Sahabat Nabi ke Etiopia atau
hijrahnya Nabi serta sebagian Sahabat yang lainnya ke Kota Madinah ketika di
Kota Mekkah kaum muslimin mendapat tekanan yang keras dan larangan beribadah
oleh para penyembah berhala, dan kemudian kembali lagi ke Mekkah pada peristiwa
Fathu Makkah (Pembukaan/Penaklukan kota Mekkah). Hal ini dikarenakan pada waktu
itu pemerintah militer Israel melarang adanya kegiatan azan dan salat bagi kaum
muslimin secara terang-terangan ketika mereka menduduki Jalur Gaza, dan di sisi
lain warga Gaza pun dalam keadaan lemah serta belum mampu berbuat apa-apa.
Meskipun begitu, banyak kalangan yang mengkritisi keluarnya fatwa ini dan
menuduh Syaikh al-Albani dengan berbagai macam tuduhan yang buruk.
Dan masih sangat
banyak lagi yang lainnya...
Karya-karya
Tercatat kurang
lebih 200 karya mulai dari ukuran satu jilid kecil, besar, hingga yang
berjilid-jilid, baik yang berbentuk karya tulis pena, takhrij (koreksi hadits)
pada karya orang lain, buku khusus takhrij hadits, maupun tahqiq (penelitian
atas kitab tertentu dari segala macam sisinya), lalu dituangkan dalam catatan
kaki dalam kitab tersebut. Sebagiannya telah lengkap, sebagiannya lagi belum
sempurna (karena wafat), dan sebagiannya lagi sudah sempurna namun masih dalam
bentuk manuskrip (belum dicetak dan diterbitkan). Beberapa di antaranya yang
paling populer serta monumental adalah:
Silsilah
al-Ahaadits ash-Shahihah wa Syai'un min Fiqiha wa Fawaaidiha (9 jilid), karya
ini berisikan studi ilmiah terhadap hadits-hadits Nabi untuk dinyatakan shahih
sesuai dengan kaidah musthalah hadits yang telah disepakati ulama ahli hadits
sepanjang zaman. Berdasarkan penomoran terakhir dari kitab itu, jumlah hadits
yang tertera adalah 4.035 buah.
Silsilah
al-Ahaadits adh-Dhaifah wal Maudhuu’ah wa Atsaaruha As-Sayyi' fil Ummah (14
jilid), karya ini berisikan studi ilmiah atas hadits-hadits untuk dinyatakan
lemah atau palsu sesuai dengan kaidah musthalah hadits yang telah disepakati
ulama ahli hadits sepanjang zaman. Rata-rata setiap jilidnya berisikan 500 buah
hadits.
Irwa'ul Ghalil
(8 jilid), kitab ini berisikan takhrij (studi ilmiah) atas hadits-hadits dalam
kitab Manarus Sabil. Berdasarkan penomoran hadits di jilid terakhir, jumlah
haditsnya sebanyak 2.707 buah.
Shahih &
Dha'if Jami' ash-Shaghir wa Ziyadat ihi, kedua kitab ini berisikan
hadits-hadits yang dikumpulkan as-Suyuthi lalu Syaikh al-Albani memberikan
keterangan hukum pada setiap hadits dengan hukum yang sesuai, apakah shahih
ataukah dhoif. Tercatat, yang shahih berjumlah 8.202 hadits dan yang tidak
shahih berjumlah 6.452 hadits.
Shahih Sunan Abu
Dawud dan Dhaif Sunan Abu Dawud, kedua kitab ini berisikan hadits-hadits yang
dikumpulkan oleh Imam Abu Dawud lalu Syaikh al-Albani memberikan keterangan
hukum pada setiap hadits dengan hukum yang sesuai, apakah shahih ataukah dhoif
atau yang lainnya, dengan total jumlah hadits sebanyak 5.274 buah.
Shahih Sunan
at-Tirmidzi dan Dhaif Sunan at-Tirmidzi, kedua kitab ini berisikan
hadits-hadits yang dikumpulkan oleh Imam Tirmidzi lalu Syaikh al-Albani
memberikan keterangan hukum pada setiap hadits dengan hukum yang sesuai, apakah
shahih ataukah dhoif atau yang lainnya, dengan total jumlah hadits sebanyak
3.956 buah.
Shahih Sunan
an-Nasa'i dan Dhaif Sunan an-Nasa'i, kedua kitab ini berisikan hadits-hadits
yang dikumpulkan oleh Imam Nasai lalu Syaikh al-Albani memberikan keterangan
hukum pada setiap hadits dengan hukum yang sesuai, apakah shahih ataukah dhoif
atau yang lainnya, dengan total jumlah hadits sebanyak 5.774 buah.
Shahih Sunan
Ibnu Majah dan Dhaif Sunan Ibnu Majah, kedua kitab ini berisikan hadits-hadits
yang dikumpulkan oleh Imam Ibnu Majah lalu Syaikh al-Albani memberikan
keterangan hukum pada setiap hadits dengan hukum yang sesuai, apakah shahih
ataukah dhoif atau yang lainnya, dengan total jumlah hadits sebanyak 4.341
buah.
Dan masih banyak
lagi yang lainnya, seperti misalnya (yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia):
Adabuz Zifaaf
fis Sunnah Muthaharrah,
Ahkaamul
Janaaiz,
Irwaaul Ghalil
fi Takhrij Ahaadits Manaaris Sabiil,
Tamaamul Minnah
fi Ta’liq 'Alaa Fiqh Sunnah,
Shifat salat
Nabi shallahu'alaihi wasallam minat Takbiir ilat Taslim kaannaka taraaha
(berisi tuntunan-tuntunan dalam melaksanakan salat sebagaimana yang tertera
dalam hadits Nabi),
Shahih
At-Targhib wat Tarhiib,
Dha’if
At-Targhib wat Tarhiib,
Fitnatut Takfiir
(kitab ini memuat hadits-hadits dan penjelasan ulama besar masa lampau tentang
bahaya dari mudah/gegabah dalam mengkafirkan seseorang),
Jilbaab
Al-Mar’atul Muslimah,
Qishshshah
Al-Masiih Ad-Dajjal wa Nuzuul Isa 'alaihis sallam wa qatluhu iyyahu fi akhiriz
Zaman (kitab ini memuat hadits yang berbentuk riwayat-riwayat kabar tentang
kedatangan Dajjal dan turunnya Nabi Isa di akhir zaman),
Dan lain-lain.
Semua ini adalah
sebuah realisasi proyek besar Syaikh al-Albani yang disebutnya dengan
"Taqribus Sunnah Baina Yadayil Ummah" (Mendekatkan Sunnah Kehadapan
Ummat), tujuannya adalah memudahkan ummat secara umum untuk mengambil hadits
Nabi yang shahih secara instan tanpa harus kepayahan untuk mempelajarinya
terlebih dahulu. Agar ummat lebih akrab dengan hadits Nabi yang shahih dan
lebih mudah untuk mendapatkannya, namun di sisi lain Syaikh al-Albani pun juga
menuliskan kitab yang berisikan kaidah-kaidah ilmu hadits yang sudah disepakati
oleh para ulama ahlul hadits sepanjang zaman, tentunya ini adalah bagi mereka
yang tertarik juga untuk mempelajari ilmu hadits.
Cara Pandang
Syaikh al-Albani
sangat aktif di medan dakwah dan sangat memerangi metode taklid, taklid yaitu
menerima apa pun yang dikatakan seseorang (biasanya ulama atau ahli ilmu) tanpa
mempertanyakan keabsahan dasar penyandaran hukumnya. Ayahnya cenderung
senantiasa mengarahkannya kepada mazhab Hanafi untuk kemudian menjadi ulama
mazhab Hanafi mengikuti jejak ayahnya, namun ternyata yang terjadi adalah lain
dari apa yang diharapkan oleh ayahnya. Ketekunan terhadap ilmu hadits
menyebabkan Syaikh al-Albani tidak mau terikat dengan mazhab tertentu. Bahkan
secara prinsip, Syaikh al-Albani terikat dengan 4 mazhab sekaligus, yaitu dalam
hal penyandaran hukum, yaitu menyandarkan semua syariat kepada al-Qur'an dan
as-Sunnah (hadits) dengan dibimbing pemahaman para Salafusshalih (para Sahabat
Nabi).
Sebagaimana
Islam yang satu di atas pemahaman yang satu dan murni sebagaimana Islam di masa
Nabi dan para Sahabatnya, maka metode memurnikan ajaran Islam dengan cara
kembali pada pemahaman para Sahabat Nabi dalam menerapkan syariat Islam dan
memahami al-Qur'an serta as-Sunnah adalah satu-satunya cara untuk mempersatukan
umat yang saat ini terpecah-pecah akibat dari adanya hizbi (partai atau
kelompok), sekte, maupun aliran yang bermacam-macam. Dan bahkan dengan adanya
perbedaan mazhab Imam pun bisa memecah belah kesatuan umat. Akibat dari
perpecahan ini adalah menjadi lemahlah kekuatan ukhuwah ummat dan sangat mudah
diprovokasi oleh orang-orang yang memusuhi Islam.
Sebagaimana
perkataan Imam Malik:
"Saya
hanyalah seorang manusia, terkadang salah terkadang benar. Oleh karena itu,
telitilah pendapatku. Bila sesuai dengan al-Qur'an dan as-Sunnah maka ambillah,
dan bila tidak sesuai dengan al-Qur'an dan as-Sunnah, maka
tinggalkanlah..." (Muqaddimah al-Muwaththo', karya Imam Malik).
Atau perkataan
Imam Syafi'i:
"Apabila
telah shahih suatu hadits, maka itulah mazhabku" (Hilyatul Aulia I/475 -
Abu Nu'aim, dishahihkan oleh Imam an-Nawawi (ulama besar Mazhab Syafi'i) dalam
al-Majmu I/63, dibawakan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar (ulama besar Mazhab Syafi'i)
dalam Tawali Ta'sis hal. 109, dan ditakhrij secara khusus oleh al-Imam as-Subki
(ulama besar Mazhab Syafi'i) dalam kitab Ma'na Qaulil Imam al-Muthallibi Idza
Shahhal Haditsu Fahuwa Mazhabi).
Dan juga
perkataan yang lain dari Imam Syafi'i:
"Setiap apa
yang aku katakan lalu ada hadits shahih dari Rasulullah shalallahu 'alaihi
wasallam yang menyelisihi ucapanku, maka hadits lebih utama untuk diikuti dan
janganlah kalian taklid kepadaku" (Hilyatul Aulia' IX/106-107 - Abu
Nu'aim) Yang dari perkataan-perkataan di atas cukup menggambarkan bahwasanya
Imam Mazhab pun sebenarnya tak ingin diambil ilmunya secara membabi buta tanpa
menelitinya terlebih dahulu apakah sesuai dengan kaidah Nabi (hadits/as-Sunnah)
ataukah tidak.
Syaikh al-Albani
sangat getol menyerukan manhaj (metode beragama) para Salaf (para
pendahulu/generasi pertama umat Islam/para Sahabat Nabi). Syaikh al-Albani
mengadopsi metode yang murni, yaitu memahami syariat pada hakikat asalnya,
sebagaimana yang dilakukan Nabi dan para Sahabat, tanpa penafsiran-penafsiran
yang tak diperlukan dan bahkan menyeleweng dari hakikat asalnya. Meskipun
begitu, tetap hal semurni ini tak menghindarkannya dari hujatan, Syaikh
al-Albani pun kemudian banyak dimusuhi oleh ulama-ulama yang fanatik terhadap
mazhab tertentu, yang mana masing-masing dari mereka merasa dirugikan
Cobaan Dipenjara
Dalam dakwahnya,
tak jarang Syaikh al-Albani mengalami tentangan-tentangan yang keras dari
orang-orang yang memusuhinya. Dan sebagai buahnya, Syaikh al-Albani pun pernah
merasakan dinginnya lantai penjara dikarenakan fitnah yang menerpanya, pertama
pada tahun 1967 Syaikh al-Albani mendekam selama 2 bulan di penjara, dan yang
kedua selama 6 bulan. Syaikh al-Albani dilepaskan dari penjara dan tuntutan
yang mengarah kepadanya dicabut, kesemuanya adalah dikarenakan tuduhan yang
disematkan kepadanya tidak pernah terbukti.
Perkataan
Para Ulama Tentangnya
Syaikh Muhammad bin Ibrahim alu-Syaikh berkata: "Ia
adalah ulama ahli sunnah yang senantiasa membela al-Haq dan menyerang ahli
kebatilan."
Syaikh Muhammad Amin
asy-Syinqithi (penulis kitab tafsir Adhwa'ul Bayan). Diriwayatkan dari Abdul
Aziz al-Haddah (murid Syaikh Muhammad Amin asy-Syinqithi) berkata:
"Sesungguhnya al-'Allamah (yang sangat berimu) Syaikh Muhammad Amin
asy-Syinqithi sangat menghormati Syaikh al-Albani dengan penghormatan yang luar
biasa. Sampai-sampai apabila beliau melihat Syaikh al-Albani lewat ketika
beliau sedang mengajar di Masjid Nabawi, beliau pun memutus sebentar
pelajarannya lalu berdiri dan memberikan salam kepada Syaikh Albani dalam
rangka menghormatinya."
Syaikh Abdul Aziz bin
Abdullah bin Baz berkata: "Aku belum pernah melihat di kolong langit
pada saat ini orang yang alim dalam ilmu hadits seperti al-'Allamah Muhammad
Nashiruddin al-Albani.” Saat Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya
tentang hadits Rasulullah shallahu’alaihi wasallam: "Sesungguhnya Allah
akan membangkitkan dari umat ini setiap awal seratus tahun seorang mujaddid
yang akan mengembalikan kemurnian agama ini", beliau (Syaikh Abdul Aziz
bin Abdullah bin Baz) pun ditanya siapakah mujaddid abad ini. Beliau menjawab:
"Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, beliaulah mujaddid abad ini dalam
pandanganku (menurutku), dan Allah lebih mengetahui (tentang hal ini)."
Syaikh Muhammad bin
Shalih al-Utsaimin berkata: "Beliau adalah alim (orang berilmu) yang
memilki ilmu yang sangat luas dalam bidang hadits baik dari sisi riwayat maupun
dirayat, seorang ulama yang memilki penelitian yang dalam dan hujjah yang
kuat."
Syaikh Muqbil bin
Hadi al-wadi'i berkata: "yang saya yakini bahwa Syaikh Muhammad
Nashiruddin al-Albani, semoga Allah menjaganya, tergolong pembaharu (pemurni),
yang tepat baginya sabda Rasul (yang artinya): Sesungguhnya Allah akan
membangkitkan pada penghujung tiap seratus tahun seseorang yang akan memurnikan
untuk umat ini agamanya."
0 Komentar