Pemerintah harus
mewaspadai level Inflasi kuartal I/2013 yang diperkirakan masih tinggi karena
berisiko memberikan dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.
![]() |
Inflasi |
Purbaya Yudhi Sadewa,
Pengamat Ekonomi dari Danareksa Research Institute, memperkirakan inflasi Maret
2013 berada di level 0,41% month-to-month sehingga level inflasi kuartal I/2013
sebesar 2,19% year-to-date.
Purbaya mengatakan
tingginya angka inflasi akan berdampak pada menurunnya indeks kepercayaan
konsumen (IKK). Artinya, masyarakat cenderung mengurangi belanja karena
berhati-hati terhadap risiko kenaikan harga yang tinggi.
“IKK turun karena orang
tertekan tingat kepercayaannya [terhadap harga]. Kalau mulai mereka mengurangi
belanja, pertumbuhan ekonomi akan terganggu sebagai gambaran daya beli yang
tergerus,” katanya kepada Bisnis, Kamis (28/3/2013).
Berdasarkan keterangan
pers Danareksa Research Institute pada 4 Maret 2013 tentang survei IKK, IKK
Februari 2013 turun sebanyak 2,7 poin dibanding Januari 2013 dari 95 menjadi
92,3. Melemahnya kepercayaan konsumen sebagian besar disebabkan oleh
kekhawatiran masyarakat terhadap kenaikan harga bahan pangan.
Padahal, konsumsi rumah
tangga sampai saat ini masih menjadi penyumbang terbesar pertumbuhan ekonomi
dalam negeri. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, komposisi konsumsi rumah
tangga dalam struktur produk domestik bruto (PDB) mencapai 54,56% pada 2012.
Sementara itu, Kepala
Ekonom Bank Mandiri Destry Damayanti memperkirakan inflasi Maret 2013 sebesar
0,34% month-to-month atau sebesar 2,12% sepanjang kuartal I/2013 [year-to-date].
Dengan level inflasi
kuartal I yang tinggi tersebut, Destry mengkhawatirkan level inflasi sepanjang
2013 bisa mencapai angka 6%, melampaui batas level inflasi BI sebesar
3,5%-5,5%. Pasalnya, laju inflasi masih dibayangi oleh kenaikan tarif dasar
listrik (TDL) yang dilakukan bertahap. Rencananya, pemerintah kembali menaikkan
tarif listrik sebesar 4,3% pada April 2013.
“Inflasi administered
price [harga yang ditentukan pemerintah] akan menambah tekanan [inflasi] lagi.
Kita perkirakan risiko inflasi ke 6% dengan memperhitungkan adanya kenaikan
TDL,” katanya saat dihubungi Bisnis, Kamis (28/3/2103).
Namun dengan momentum
tahun ini sebagai tahun politik, Destry mengatakan penurunan daya beli
masyarakat akibat inflasi dapat diimbangi oleh peningkatan belanja politik dari
partai-partai politik. Oleh karena itu, dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi
dapat diredam.
Lebih lanjut, Destry mengungkapkan Bank Indonesia (BI)
tidak perlu terburu-buru menaikkan tingkat BI Rate meskipun level inflasi
sepanjang tahun ini diperkirakan melampaui batas BI. Langkah kenaikan BI Rate,
imbuhnya, akan memberikan iklim investasi yang tidak kondusif.
“Kita melihat ada
risiko perlambatan di investasi ke depannya dan investasi perlu ada stimulus
dari suku bunga yang tidak tinggi. BI rate masih bisa ditahan di level 5,75%,”
katanya.
0 Komentar